Perkenalkan nama saya “Thessya Wiana Putri”, biasa nya orang suka manggil aku “ca,sya,teca,turki”dan ada nama julukan baru lochhh.. di pelatihan jurnalistik kemarin yaitu “tawai” karena aku berasal dari Mentawai btw lucu gitu loh dipanggil tawai tapi aku suka dipanggil itu cuman sama anak jurnalistik aja,hihi. Saya lahir di Padang bertepatan pada tanggal 17 Juli 2008. Meskipun tempat lahir saya dikota besar Sumatera Barat, tetapi sebagian besar kisah hidup saya justru terukir di pulau yang memiliki keindahan alam dan surganya laut yang ada didunia setelah Hawai. Saya adalah putri dari pasangan Syamsuwir Hanafiah Nasution (Ayah) dan Anna Syafety(Bunda). Saya terlahir sebagai anak kembar identik, sebuah anugrah terlangka yang membuat masa kecil sangat begitu special. Naifnya saudara kembar saya yang begitu mirip dengan saya harus pergi terlebih dahulu menghadap Allah SWT saat berusia 5 bulan. Saya menjadi anak tunggal semenjak adik saya sudah tiada. Saya juga keturunan belanda dari neneknya ayah. Tapi saya dapatnya cuman rambut hidung dan warna kulit doang. Saya
Sejak kecil, saya sudah tinggal di Mentawai bukan tanpa alasan, kedua orang tua saya telah lebih dulu menetap disana sejak muda dan lingkungan itulah yang membentuk sebagian kepribadian saya. Dikelilingi oleh alam yang asri dan budaya lokal yang kaya. Saya tumbuh menjadi gadis yang ceria, humble, sederhana dan suka terbuka terhadap perbedaan.
Meskipun tinggal di daerah yang jauh dari pusat kota, saya tak pernah kehilangan semangat belajar dan bermimpi besar. Saya dari dulu ingin bercita cita menjadi dokter spesialis paru anak. Saat saya berusia 3 tahun saya masuk TK yang bernama TK Islam Bakti 36 yang ada ditempat saya berada. Setelah dari TK saya di sekolahkan di SD 16 Tuapejat yang berada di dekat rumah saya. Saya aktif Pramuka sejak saya kelas 4 SD saya mengikuti latihan dasar Pramuka, lomba-lomba dan banyak lagi sampai kelas 6 SD semester 1 karena saat semester 2 awal dunia diberikan musibah yaitu virus covid yang membuat semua nya menjadi tidak bisa apa-apa terkurung dirumah dengan hastag #dirumahsaja #gunakanmasker dan #sosialdistancing.
Tahun 2020 menjadi babak baru dalam perjalanan hidup saya, saya menamatkan pendidikan dasar dan melanjutkan sekolah saya ke Pondok Pesantren Nurul Ikhlas yang terletak di Padang Panjang,Sumatera Barat. Keputusan untuk membina ilmu di pesantren membawanya pada pengalaman tak terlupakan. Namun tahun 2020 juga seluruh kegiatan belajar dirumah harus melalui daring. Meskipun terasa aneh dengan adanya daring, saya berhasil beradaptasi bersama teman teman saya melalui kelas online. Ada yang berasal dari berbagai daerah seperti dari kabupaten yang ada di Sumatera Barat, ada pula yang dari Medan, Bengkulu dan bahkan ada dari luar negeri.
Tahun 2021, kegiatan tatap muka di pesantren mulai dibuka kembali. Saat itu saya merasakan atmosfer pondok: kehidupan asrama, kebersamaan beribadah , dan kedekatan emosional antar santri yang tak mudah ditemukan disekolah biasa. Pengalaman belajar di pesantren tidak hanya memperkaya ilmu agama tetapi kedispinan,mandiri dan toleran terhadap perbedaan. Saya menemukan rumah kedua saya untuk menumbuhkan jati diri saya lebih dalam lagi. Selama saya menempuh pendidikan dipesantren saya juga aktif mengikuti pramuka. Disana pramuka bukan ekstrakurikuler pilihan melainkan estrakurikuler wajib bagi semua santri,putra maupun putri disana setiap semester selalu mengadakan PERKAJUSA yang sangat seru dan kami sering melakukan jelajah alam hingga latihan kepemimpinan.
Namun meskipun saya nyaman di Nurul Ikhlas tetapi kondisi kesehatan saya harus diutamakan udara dingin Padang Panjang membuat asma saya sering kambuh. Makanya saat saya beranjak kelas 8, saya memutuskan pindah ke Pesantren Prof Dr Hamka II Padang yang ada di By Pass Padang. Bagi saya hidup di pesantren bukanlah beban melainkan cara melatih diri. Saya ingin membentuk mental dan fisik yang kuat lewat kehidupan berasrama yang penuh kedisiplinan. Di Hamka semangat Pramuka saya tidak padam saya semakin semangat dan saya aktif mengikuti lomba-lomba Pramuka yang ada.
Setelah menamatkan pendidikan pesantren saya memutuskan untuk kembali ke Mentawai yang sudah melekat di hati saya. Saya melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Sipora dengan harapan bisa meraih beasiswa dari pemerintah daerah Kepulauan mentawai. Bagi saya, ini bukan soal sekolah tetapi saya ingin membangun masa depan di tanah kelahiran saya. Kini saya duduk di kelas 2 SMA dan kembali aktif di dunia yang saya cintai yaitu Pramuka. Semangat Pramuka yang telat tumbuh sejak pesantren terus dipelihara dan dikembangkan. Pada semester 2 kelas 10 saya berhasil meraih Tingkat Bantara sebuah pencapaian penting dalam perjalanan seorang pramuka.
Tak henti disitu saja kemampuan, dedikasi dan beraksi saya kembali diakui. Saya mendapatkan kesempatan istimewa untuk menjadi Dewan Kerja Cabang (DKC) Kabupaten Kepulauan Mentawai. DKC adalah sebuah wadah kepemudaan dalam Gerakan Pramuka yang hanya diisikan oleh anggota-anggota muda terpilih dalam Gerakan Pramuka. Menjadi DKC bukan hanya sebuah kebanggaan, tetapi juga tanggung jawab yang sangat besar. Saya bukan hanya mejadi peserta tetapi saja juga perancang kegiatan, penggerak semangat dan pemimpin bagi Pramuka di Mentawai.
Banyak sekali yang saya pelajari dari Pramuka, Pramuka bukan hanya tepuk-tepuk tangan tetapi Pramuka mengajarkan kita ke hal- hal postif. “ilmu itu dibagi, bukan hanya disimpan sendiri” itu yang selalu saya terapkan dan “tidak yang tidak bisa kalau kita mau berusaha”. Apapun hal yang belum pernah sama sekali dicoba saya selalu semangat untuk mengeskplor hal hal baru. Saya juga hoby menulis dan membuat cerita. Saat saya mendapatkan info mengikuti pelatihan jurnalistik Kwartir Daerah Sumatera Barat saya sangat sangat semangat karena saya sangat kepo di dunia jurnalistik. Kegiatan ini membuka wawasan saya lebih dalam terhadap dunia jurnalistik yang biasa saya nikmati sebagai pembaca. Melalui pelatihan ini saya memahami jurnalis bukan hanya menulis berita tetapi juga menjaga kebenaran yang memiliki tanggung jawab yang sangat besar sekali, karena penulis harus menyampaikan informasi secara faktual, objektif, dan bertanggung jawab.
Pelatihan ini membuka mata dan hati saya bahwa karya tak harus selalu besar tapi harus bermakna. Saya merasa terinspirasi untuk lebih aktif menulis, menyampaikan gagasan dan menjadi bagian dari perubahan lewat tulisan. Bahkan yakin mulai berpikir menekuni dunia jurnalistik sebagai jalan untuk menyuarakan kebenaran dan menyebarkan inspirasi. Pengalaman ini membuat makin yakin bahwa tidak ada batas bagi siapa pun untuk tumbuh. Asal tumbuh ada tekad dan kemauan, siapapun akan berkembang. “tidak ada kata terlambat bagi mereka yang terus menerus ingin belajar dan mengeksplorasi diri , serta mengembangkan potensi untuk mencapai tujuan.
In Frame : Thessya Wiana Putri (Mentawai)
kerenn
Ketika membaca jurnalnya sangat menginspirasi
Terimakasih sudah menginspirasi kami sebagai adek2 mu kak, jadi ingin ikut Pramuka juga